1. Pemberontakan
G 30 S/PKI
A. Penyusupan
ke Dalam Organisasi Sosial Politik
Partai
Komunis Indonesia (PKI) sejak awal kemerdekaan senantiasa ingin merebut
pemerintahan indonesia. Selain merebut pemerintahan, mereka juga ingin
mengganti ideologi negara Pancasila dengan Marxisme – Leninisme. Upaya
mewujudkan tujuan itu telah terlihat sejak pemberontakan yang mereka lakukan pada
tahun 1948. Pemberontakan itu dapat digagalkan, tetapi belum dapat ditumpas secara
tuntas karena Pemerintahan RI menghadapi Militer II Belanda. pada tahun
1950-an, PKI kembali bangkit. Dalam pemilihan umum tahun 1955, PKI menjadi
partai terbesar nomor 4 di Indonesia.
Pada
upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan Pidato yang berjudul “ Penemuan
Kembali Revolusi Kita”. Pidato Presiden itu kemudian disahkan menjadi Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang diberi nama Manifesto Politik (Manipol).
Semenjak
Manipol dikumandangkan menjadi GBHN, Presiden Soekarno lambat laun mengambil
alih berbgai wewenang yang seharusnya berada ditangan MPRS dan DPR-GR. Demokrasi
yang seharusnya dipimpin oleh permusyawaratan kemudian diubah menjadi Demokrasi
Terpimpin. Penyelewengan – penyelewengan di bidang ketatanegaraan lambat laun
menjerumuskan negara ke arah penyimpangan. Pandangan hidup bangsa Inonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara berangsur – angsur diabaikan dan
lebih menekankan kepada Nasakom. Semakin lama PKI merasa semakin kuat karna
program – programnya menjadi bagian dari program pemerintah.
Untuk
menunjukan kekuatannya PKI berpura – pura menerima Pancasila dan UUD ’45. Akan
tetapi kemudian mereka mengatakan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu dan
kalau semua sudah bersatu, PKI tidak memerlukan Pancasila lagi.
Tindakan
PKI itu tentu saja menggelisahkan kalangan yang setia kepada Pancasila. Partai
Murba mencoba menentang PKI, tetapi PKI berhasil mempengaruhi Presiden Soekarno
untuk membubarkan Murba. PKI juga melakukan penyusupan pada tubuh PMI sehingga
mengakibatkan pecahnya PNI menjadi dua. PNI dibawah pimpinan Ali Sostroamidjojo
disusupi oleh tokoh PKI Ir.Surachman. PNI Osa-Usep dipimpin oleh Osa Maliki dan
Usep Ranawidjaja.
Untuk
menyusup kedalam tubuh ABRI dan Organisasi sosial politik lain, Ketua Comite
Central PKI, D.N. Aidit, membentuk sebuah Biro Khusus. Selain mengadakan penyusupan,
tugas Biro Khusus, juga mempersiapkan pemberontakan. Usaha Biro Khusus ini
cukup berhasil, terbukti dari adanya beberpa anggota ABRI yang mendukung dan
terlibat dalam pemberontakan G 30 S/PKI. Anggota ABRI yang terlibat PKI adalat
Letnan Kolonel Untung, Brigjen Soepardjo, Kolonel Latif, dan lain – lain.
PKI
juga menginkan agar organisasi yang ada dalam pengaruhnya, seperti Pemuda
Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita indonesia (Gerwani) dipersenjatai
dan diberi latihan kemiliteran, terutama mereka yang ikut sukarelawan Dwikora.
Pada setia kesempatan, tokoh PKI senantiasa menyampaikan usul kepada Presiden
Soekarno untuk membentuk Angkatan Ke-V. Akan tetapi usul PKI itu selalu,
mendapat tantangan dari ABRI. Mentri Koordinator (Menko) Hankam Kepala Staf
Angkatan Bersenjata, Jendral A.H Nasution, Mentri Panglima Angkatan Darat,
Jendral A. Yani, dan pimpinan ABRI lainnya yang setia kepada Pancasila menolak
dengan tegas usulan tersebut.
B. Fitnah
Dilalukan oleh PKI
Disamping
melakukan penyusupan kedalam tubuh organisasi lawanya, PKI juga melakukan
fitnah keberbagai organisasi politik dan organisasi massa sebagi teror untuk
melumpuhkan kekuatan lawanya. Fitnah yang paling jahat tuduhan Pki tentang
adanya Dewan Jendral dalam tubuh
Angkatan Darat. Dewan Jendral itu bertugas menilai kebijakan politik Presiden
Soekarno. Mereka menunjuk adanya sebuah dokumen yang disebut Document Gilchrist. Gilchrist adalah duta
besar inggris untuk RI saat itu. Dokumenini menyatakan bahwa seolah – olah
Dewan Jendral yang ada pada Angkatan Darat mempunyai hubungan dengan CIA (Central
Intelligence Agency) atau Dinas Rahasia Amerika Serikat dan mempunyai maksud
akan melakukan perebutan kekuasaan.
Wakil
Perdana Mentri I (Waperdam I), Dr. Soebandrio, membawa “Dokumen” untuk ke
Istana Merdeka dan melaporkannya kepda Presiden Soekarno. Setelah membawa
dokumen itu, Presiden segera memanggil semua panglima Angkatan. Dalam pertemuan
itu Men/Pangad,Letnan Jendal Achmad Yani, menjelaskan bahwa Angkatan Darat
tidak ada Dewan Jendral seperti yang dimaksudkan oleh PKI. Oleh karena itu,
ABRI/TNI-AD membantah keras fitnah yang dilontarkan oleh PKI. Men/Pangad
menambahakan bahwa yang ada dilingkungan TNI-AD ialah Wanjati, yaitu Dewan yang
menilai anggota perwira TNI-AD (Kolonel) yang dapat dipromosikan mendapat
jabatan tinggi
C. Persiapan
Pembrontakan
Pada bulan Juli dan Agustus 1965, kesehatan
Presiden Soekarno menurun dan mendapat pemeriksaan tim dokter dari RRC dan
dokter Indonesia. Menurut analisis dokter, keadan presiden sangat gawat.
Mengetahui situasi demikian, tokoh – tokoh PKI, seperti Nyoto dan Aidit yang
sedang berada diluar negeri segera kembali ke indonesia untuk melakukan
persiapan pemberontakan. Mereka khawatir, apabila keadaan bertambah kritis,
ABRI akan mengambil tindakan terhadap PKI dan ormasnya.
Aidit
memerintahakn Biro Khusus PKI untuk membuat suatu rencana gerakan. Sejak awal
September 1965, mereka semakin sering mengadakan rapat rahasia dengan beberapa
oknum ABRI yang telah dipengaruhi komunisme untuk membahas rencana
pemberontakan. Rencana gerakan yang dibuat oleh Biro Khusus itu disetujui oleh
Aidit. Selanjutnya, pimpinan Biro Khusus segera menghubungi perwira – perwira
ABRI yang telah dibina untuk mempersiapka diri melaksanakan gerakannya.
Sebagai
pendukung gerakan yang akan dilakukan, PKI mengadakan latihan militer bagi
anggota – anggotanya didaerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Latiham dilakukan
dengan berkedok melatih para sukarelawan dalam rangka konfrontasi dengan
Malaysia. Sampai akhir September 1965, didesa Lubang Buaya telah dilatih kurang
lebih 3.000 orang anggota PKI dan organisasi bawahannya
D. Pemberontakan
PKI
Dini
hari pada tanggal 1 Oktober 1965, PKI mulai mengadakan penculikan dan
pembunuhan terhadap para pemimpin tinggi atau pejabat teras TNI-AD.
Dalam aksinya jatuh korban enam perira tinggi
dan seorang perwira pertama angkatan darat yang dianiaya dan dibunuh oleh PKI,
dibawa ke Lubang Buaya. Setelah puasmenganiaya, perwira yang masih hidup
dimasukan kedalam sumur tua yang terletak disana. Perwira TNI-AD yang menjadi
korban tersebut adalah berikut:
·
Letnan Jendral Achmad Yani, Mentri atau
Panglima Angkatan Darat.
·
Mayor Jendral R. Suprapto, Deputi II Panglima
Angkatan Darat.
·
Mayor Jendral Haryono Mas Tirtodarmo, Deputi
III Panglima Darat.
·
Mayor Jendral Siswondo Parman, Asisten I
Panglima Angkatan Darat.
·
Brigadir Jendral Donald Izacus Panjaitan,
Asiten IV Panglima Angkatan Darat.
·
Letna Satu Piere A. Tendean, Ajudan Menko
Hankam Kasab.
Dalam
gerakan penculikan itu, Jendral Abdul Haris Nasution, Mentri Koordinator
Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, berhasil meloloskan diri
dari penculikan. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani, dan Ajudannya,
Letnan Satu Piere Tendean, tewan dibunuh oleh PKI. Brigadir Polisi Karel
Satsuit Tubun yang sedangt bertugas jaga dirumah Waperdam II, Dr. J. Leimena,
tetangga Jendral Nasution, juga tewas ketika akan melawan gerombolan penculik
Jendral Nasution.
Politik
luar negrri bebas aktif dialihkan
menjadi politik luar negeri yang memihak Blok Timur (Blok Komunis). Puncak
semua kebijakan itu adalah G 30 S/PKI. Peristiwa itu menyebabkan gugurnya tujuh
patriiot bangsa yang dibunuh secara kejam oleh PKI.
2. Penumpasan
G 30 S/PKI
Hanya
sehari setelah PKI mencetuskan pemberontakannya, penumpasan terhadap mereka pun
dimulai. Penumpasan PKI dimulai di Jakarta kemudian Penumpasan di Daerah –
daerah.
A. Penumpasan
PKI di Jakarta
Pagi
hari tanggal 1 Oktober 1965, G 30 S/PKI masih menguasai studio RRI dan Kantor
Telekomunikasi. Melalui RRI, Letnan Kolonel Untung mengumumkan dekrit
pembentukan Dewan Revolusi sebagai sumber kekuasaan
negara dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Upaya
PKI untuk merebut pemerintahan RI tersebut segera dihadang oleh kekuatan yang
setia kepada
Pancasila dan senantiasa waspada terhadap tindakan PKI. Di Jakarta, kekuatan
itu berada dibawah Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat
(Pangkostrad), Mayor Jendral Soeharto. Setelah mengetahui bahwa negara dalam
keadaan bahaya, Panglima Kostrad bertindak dengan cepat untuk memulihkan
kekuasaan pemerintahan di ibu kota.
Tindakan
yang pertama diambilnya adalah engadakan koordinasi. Ia mencoba menghubungi
Presiden Soekarno, tetapi tidak berhasil. Koordinasi kemudian dilanjutkan
dengan menghubungi Menteri/Panglima Angkatan Laut dan Menteri/Panglima Angkatan
Kepolisian. Menteri/Panglima Angkatan Udara tidak berhasil dihubungi, karena
mereka memihak kepada PKI. Setelah melakukan koordinasi, Pangkostrad memutuskan
untuk segera mengadakan penumpasan terhadap pemberontak.
Operasi
penumpasan G 30 S/PKI dimulai pada sore hari tanggal 1 Oktober 1965. Dalam
waktu singkat ABRI yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto berhasil
menyelamatkan Republik Indonesia dari ancaman komunisme.
Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa
Pancasila mampu membuktikan diri sebagai kekuatan yang besar dan dijunjung
tinggi oleh bangsa indonesia.
Malam
harinya, melalui RRI, Mayor Jendral Soeharto menjelaskan kepada rakyat
Indonesia tentang adanya perebutan kekuasaan negara oleh kelompok yang menamakan
dirinya Gerakan Tiga Puluh September. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat
diharapkan tenang dan waspada.
Pidato
itu mematahkan semangat para pemberontak. Setelah keadaan ibu kota dapat
dikuasai kembali, penumpasan langsung ditujukan kebasis uatama G 30 S/PKIyang
berada disekitar dipangkalan udara Halim Perdanakusuma. Tanpa mengalami
kesulitan, pada pagi hari, tanggal 2 Oktober 1965, Pangkalan Udara Halim
Perdanakusumadapat dikuasai.
Selanjutnya,
ABRI mengadakan pencarian terhadap perwira – perwira Angkatan Drat yang diculik
oleh PKI ke kampung Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pencarian ketempat itu
dilakukan atas petunjuk seorang polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman
mengetahui tempat itu karena sebelumnay ia memang ikut tawanan oleh PKI dan
dibawa ketempat itu. Akan tetapi, ia berhasil melarikan diri.
Di
desa Lubang Buaya itulah jenazah para perwira tinggi angkatan darat itu dikubur
dalam sebuah sumur tua yang bergaris tengah kurang dari satu meter dengan
kedalaman 12 meter. Luka – luka yang terdapat pada jenazah itu menunjukan bahwa
mereka disiksa dengan kejam sebelum dibunuh. Pengangkatan jenazah dilakukan
pada tanggal 4 Oktober. Keesokan harinya, bertepatan di Hari Ulang Tahun ABRI
tanggal 5 Oktober 1965, para perwira Angkatan Darat itu dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata. Para korban di anugerahi Pahlawan Revolusi dan diberikan kenaikkan pangkat satu tingkat
lebih tinggi secara anumerta.
Untuk
penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI dan pemulihan keamanan akibat pemberontakan
itu, pemerintah membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib). Mayor Jendral Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Kopkamtib.
B. Penumpasan
di Daerah – Daerah
Keadaan
di Jawa Tengah juag gawat karena ditempati ini PKI juga melakukan pemberontakan
dengan kekuatan bersenjata, seperti halnya di Jakarta. Di Semarang, Kolonel
Suhirman, Asisten l Kodam VII/Diponegoro, menyatakan dukungannya kepada
pemberontak G 30 S/PKI. Pemberontak G 30 S/PKI menguasai Markas Kodam
VII/Diponegorodan dijadikan sebagai pusat gerakan.
Di
Yogyakarta, pemberontak G 30 S/PKI menculik Komandan Korem 072/Pamungkas,
Kolonel Katamso, dan Kepala Staf Korem 072, Letnan Kolonel Sugiono. Kedua
Perwira itu dibunuh dengan kejam.
Pengumuman
RRI Jakata bahwa Jakarta telah dikuasai kembali oleh ABRI menimbulkan dampakyang
besar. Untuk menumpas dan membersihkan sisa – sisa G 30 S/PKI secara lebih
intensif Mayor Jendral Soeharto mengirim pasukan RPKAD dibawah pipinan Kolonel
Sarwo Edhie Wibowo. Pasukan G 30 S/PKI di Jawa Tengah mulai patah semangat.
Akhirnya, pimpian pemberontak di Semarang, Kolonel Suhirman, dan kawan –
kawannya melarikan diri keluar kota. Kesatuan yang mendukung PKI dapat
diinsyafkan.
Selanjutnya,
satu demi satu kota – kota yang tadinya dikuasai oleh pemberontak G 30 S/PKI
berhasil direbut kembali. Sejak tanggal 5 Oktober 1965 secara fisik militer
keamanan dalam jajaran Kodam VII/Diponegoro telah pulih kembali.
Akan tetapi, setelah kekuatan militer PKI
dapat dihacurkan, di Jawa Tengah timbul gerakan pengacauan berupa sabotase dan
pembunuhan yang dilakukan oleh massa PKI terhadap rakyat. Berkat kerja sama
ABRI dan rakyat, keamanan dan ketertiban dapat dijaga.
Sementara
itu, pemimpin – pemimpin PKI yang belum tertangkap berusaha mengadakan
konsolidasi. Mereka mempersiapkan pemberontakan bersejata dengan dukungan para
petani. Untuk melaksanakan rencan itu, secar diam – diam dan rahasia mereka
menyusun kompro – kompro (komite proyek) sebagai basis kembalinya PKI. Salah
satu kompro yang paling besar adalah Kompro Blitar Selatan. Di sini PKI
berhasil mempengaruhi rakyat. Namun, ABRI segera mencium usaha PKI itu.
Penumpasan terhadap Kompro Blitar Selatan dilakukan dengan sebuah operasi yang
dinamakan Operasi Trisula sejak tanggal 3 Juli 1968.
Operasi itu berhasil membongkar basis pertahanan PKI.
Penumpasa
pemberontakan G 30 S/PKI di tempat – tempat lain di Indonesia dilakukan dengan
melakukan operasi teritorial. Usaha penangkapan terhadap tokoh – tokoh PKI
dilakukan karena umumnya pendukung G 30 S/PKI tidak sempat melakukan gerakan
perebutan kekuasaan. Di daerah Jawa Timur dan Bali memang terjadi kekacauan
penculikan dan pembunuhan, tetapi dalam waktu singkat keadaan dapat ditertibkan
kembali.
Penyelesaian
aspek politik mengenai pemberontakan G 30 S/PKI akan ditangani secara langsung
oleh Presiden Soekarno. Namun, karena berlarut – larut dan tidak ada ketegasan
timbullah aksi – aksi yang menuntut penyelesaian secara politis bagi mereka
yang terlibat G 30 S/PKI.
Pada tanggal 26 Oktober 1965, semua kekuatan
yang anti komunis mengkokohkan diri dalam satu barisan, yaitu Front Pancasila. Setelah itu, muncul
gelombang demonstrasi yang menuntut agar PKI dibubarkan. Aksi – aksi itu
dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda, mahasiswa dan pelajar. Dan akhirnya G 30
S/PKI dapat di tumpas dan Indonesia memasuki Orde Baru.